10. Pedang 'Samurai'
Gambar dari pinterest.com |
Pedang pertama kali dibuat di Jepang disebut Chokuto, yakni pisau lurus serupa pedang Cina. Pedang ini kurang diminati karena mudah patah, walaupun memiliki ketajaman yang luar biasa. Inilah yang membuatnya digantikan oleh pedang melengkung, yang tidak mudah patah. Dan akhirnya berkembang menjadi katana yang kita kenal sekarang, by the way, katana adalah model terbaru dari sejarah panjang pedang di Jepang.
Samurai tidak multifungsi, mereka merancang pedang lain untuk tujuan yang lain. Misalnya, pedang besar yang disebut nodachi, sebuah pedang dengan panjang 1 meter lebih yang digunakan untuk melawan kavaleri. Pedang lain yang digunakan untuk melawan pasukan berkuda adalah nagamaki, yang berevolusi dari nodachi tersebut. Nagamaki adalah hibrida antara pedang dan polearm (tombak dengan pedang di ujungnya). Dengan panjang pedang lebih dari 1,2 meter dan poros untuk mencocokkan panjangnya.
9. Pembuatan Pedang Dilakukan Melalui Upacara Religius
Gambar dari Google.com |
Menurut cerita kuno, pembuatan pedang dilakukan dengan upacara keagamaan. Sebelum mulai menempa pedang, pengrajin akan memurnikan dirinya menurut ritual Shinto, termasuk puasa dan tidak berhubungan seksual. Kadang-kadang, ia bahkan akan pergi haji sebelum memulai pekerjaannya. Selama penempaan, dia akan menandai area kerja dengan tali khusus yang ditunjuk sebagai daerah suci.
Pengrajin juga mengenakan jubah pendeta Shinto, mempertahankan ritual pemurnian selama proses. Setiap hari, dia berdiri di bawah air terjun sambil membaca doa atau jika tidak ada air terjun, dia akan dimandikan dengan air dingin dalam jumlah tertentu sebagai gantinya.
Meskipun proses pembuatan pedang bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan, pengrajin tetap melakukan upacara penyucian selama proses pembuatan. Perempuan tidak diizinkan berada di dekat bengkel karena mereka mungkin tercemar (menstruasi). Untuk alasan yang sama, pengrajin tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan wanita. Mengingat pentingnya agama untuk pembuatan pedang, ada beberapa cerita tentang campur tangan Tuhan untuk membantu proses pembuatannya.
8. Kelengkapan Pedang Sangat Mempengaruhi Nilai
Tsuba, gambar dari blog.japanart.info |
Pedang yang cacat dalam pembuatannya oleh pembuat pedang terkenal bernilai lebih tinggi daripada sebilah pisau murni berkualitas. Pedang buatan pembuat pedang yang terkenal adalah harta nasional dan dianggap tak ternilai harganya. Tapi walaupun pisau (mata pedang) biasanya merupakan bagian yang paling bernilai, bagian lain dari pedang juga memiliki peran besar dalam menentukan nilai pedang. Biasanya pembuat pedang hanya membuat pisaunya, sementara pengrajin lain membuat bagian lain.
Yang paling penting untuk kolektor adalah tsuba (hand guard pada katana), yang kadang-kadang benilai seperti pisaunya sendiri. Sebuah tsuba dapat bernilai puluhan ribu dolar. Sarung pedang dan desain pedang juga dibuat oleh pengrajin yang berbeda. Bahkan bagian-bagian dari pedang dapat harga tinggi di pasar lelang. Sebuah pedang tanpa sarung akan kehilangan 30 persen nilainya.
7. Polisher Pedang Sama Pentingnya Dengan Pembuat Pedang
Gambar dari Google.com |
Setelah pembuat pedang menyelesaikan karyanya, semua aspek yang dinilai untuk menentukan kualitas masih belum terlihat tanpa polishing yang tepat. butir baja dan ketegasan garis yang sangat penting untuk penampilan sebuah pedang, hanya akan muncul setelah master polisher mengerjakannya dalam suatu proses yang memakan waktu bahkan lebih lama daripada pembuatan pedang itu sendiri.
Setelah polisher bekerja, barulah pedang dapat menjadi sebuah karya seni. Dia menggunakan banyak batuan bagus untuk membuat pisau berkilau. Meskipun beberapa batu sintetis modern digunakan, namun pada tahap akhir proses, dia menggunakan batu alam yang tidak dapat direplikasi.
Keahlian yang diperlukan untuk mengeluarkan keindahan pedang adalah mengapa polisher pedang modern harus menjalankan program magang selama lima tahun atau lebih sebelum mereka diberi sertifikat. Polisher pedang harus ahli, karena polishing yang tidak tepat justru akan benar-benar merusak pedang.
Gambar dari jpninfo.com |
Bahkan kemudian, ketika di medan perang, samurai adalah orang pertama yang berbenturan dengan musuh, sebagai "tombak pertama." Dibandingkan dengan tombak, katana tidak cukup lama menjadi senjata yang digunakan ketika bertempur dari atas kuda. Setelah panah samurai keluar, senjata mereka berikutnya adalah semacam polearm tetapi memiliki jangkauan yang lebih panjang dari tombak. Bahkan setelah samurai menghadapi pertempuran satu lawan satu, samurai masih menggunakan tombak dan katana akan menjadi senjata terakhir mereka.
Pengenalan senjata api ke Jepang mengubah wajah peperangan di Jepang selamanya. Tidak butuh waktu bertahun-tahun untuk membiasakan penggunaan senjata api, tidak seperti untuk membiasakan memegang katana, sehingga peran para samurai (dengan katana) berkurang. Begitu pula kebutuhan untuk pedang, yang hanya menjadi simbol dari status sosial seseorang.
Hanya samurai yang diizinkan memiliki katana. Tapi dengan hampir tidak adanya lagi perang yang harus dilakukan seorang samurai, menjadi semakin rumit (dan kurang praktis), sampai akhirnya katana hanya melambangkan status sosial, alih-alih digunakan sebagai senjata.
Gambar dari Google.com |
Selama periode Edo, ada sebuah departemen pengujian resmi yang dibentuk oleh pemerintah untuk memastikan kualitas pisau. Dengan metode tameshigiri --memotong suatu obyek dengan menggunakan pedang-- master pendekar akan menguji pisau dengan mengiris tubuh seorang terdakwa atau mungkin beberapa kriminal yang ditumpuk di atas satu sama lain. Meskipun kadang-kadang ini digunakan untuk melatih samurai berpengalaman, tes resmi hanya bisa dilakukan oleh seorang master pedang untuk memastikan bahwa katana tersebut adalah satu-satunya penyebab terpotongnya tubuh terdakwa.
Ada sejumlah titik yang berbeda untuk menguji, dari pergelangan kaki ke pinggang, tergantung penguji. Hasil tes seperti "memotong tiga mayat melalui pinggang," akan tertulis pada pisau. Jika pisau terbukti kuat, nilainya akan meningkat pesat.
Meskipun tameshigiri sangat menguntungkan bagi pembuat pedang sebagai bukti kualitas karyanya, namun pengujian akan diperintahkan oleh calon pembeli pedang. Uang yang dihabiskan untuk melakukan tes kadang-kadang sama seperti harga pedang itu sendiri, tetapi hasil yang baik akan menambah harga pedang ini berkali lipat. Tidak hanya pedang baru, tes juga dilakukan pada pedang tua untuk menaikkan harganya. Menurut teori, pisau dari abad ke-16 pasti pernah melalui ujian ini.
Bila tes yang sukses akan meningkatkan nilai pisau dan reputasi empunya, tes yang gagal akan memiliki efek sebaliknya. Ada sebuah kisah tentang seorang penjahat yang akan dihukum mati melalui tameshigiri, yang dengan bercanda mengatakan bahwa jika dia tahu dia akan dieksekusi dengan pedang, ia akan menelan batu untuk mencegah pisau memotong tubuhnya.
Gambar dari youtube.com |
Meskipun tes dilakukan selama periode Edo (1603-1868) untuk menilai kualitas pedang, pedang yang dibuat sebelum 1530 jauh lebih unggul daripada yang dibuat kemudian. Setelah pengenalan mesiu ke Jepang, pedang mulai kehilangan nilainya sebagai senjata perang. Tidak perlu lagi berusaha menciptakan pedang berkualitas seperti yang pernah mereka lakukan, pandai besi mulai kehilangan banyak teknik lama yang membuat pedang mereka hebat.
Jepang memasuki era damai. Kualitas dan kebutuhan untuk pedang menurun, begitu pula kemampuan para samurai untuk menilainya. Pembuat pedang mulai mengakali ini dengan inovasi menciptakan desain yang rumit, bukannya meningkatkan daya potong pedang. "Kepala Divisi Pembuat Pedang Jepang" di bawah pemerintahan Tokugawa Ieyasu memanfaatkan posisinya untuk menjual sertifikat kompetensi palsu, untuk pandai besi berkemampuan rendah sehingga menurunkan kualitas pedang sampai banyak teknik lama akhirnya menjadi punah.
Meskipun saat itu masih agak berbahaya untuk bepergian, tapi sudah jauh lebih aman daripada berabad-abad sebelumnya, dan pembuat pedang mulai menuju kota-kota besar di mana masih ada permintaan untuk barang-barang produksi mereka. Mobilisasi pembuat pedang akhirnya menyebabkan hilangnya "sekolah pembuat pedang" sebagai dampaknya.
3. Katana Modern
Gambar dari pinterest.com |
Menyadari bahwa pembuatan pedang akan punah jika tidak ada tindakan yang diambil, Token Kai didirikan pada tahun 1900 dengan tujuan untuk meneliti pedang Jepang dan melindungi keahlian mereka. Organisasi ini menyalakan kembali minat orang kepada pedang Jepang dan melahirkan banyak kelompok-kelompok serupa. Pada awal Perang Dunia II, satu kelompok meneliti teknik pedang untuk membuat guntÅ --pedang militer-- yang kemudian diproduksi secara massal dan diberikan kepada tentara.
Setelah Perang Dunia II, pasukan pendudukan Amerika memberlakukan larangan pembuatan dan kepemilikan pedang sampai 1953. Setelah larangan itu dicabut, minat mereka dihidupkan kembali. Pada tahun 1960, Masyarakat untuk Pelestarian Pedang Jepang didirikan, yang membantu menghidupkan kembali teknik kuno dan cara membuat baja tamahagane, yang diperlukan untuk pedang berkualitas.
Smelter terakhir yang digunakan untuk membuat baja khusus telah ditutup tapi dibuka kembali pada tahun 1977 untuk membuat pedang modern. Seorang pembuat pedang berlisensi di Jepang harus memiliki keahlian seperti pembuat pedang pada 1.000 tahun yang lalu. masyarakat juga secara ketat mengawasi pembuatan katana modern untuk memastikan kualitas.
2. Matinya Seni Dalam Katana
Gambar dari www.real-sword.com |
Meskipun minat dalam katana muncul kembali, seni pembuatan pedang Jepang sedang sekarat. Ironisnya, hal ini terjadi karena persyaratan yang sulit dari masyarakat yang ingin menyelamatkan pedang ini sendiri.
Hanya pembuat pedang berlisensi yang dapat membuat katana, namun butuh lima tahun untuk menyelesaikan magang. Setelah itu, seorang pembuat pedang bersertifikat biasanya membutuhkan beberapa tahun untuk membangun reputasi yang baik. Setiap tahun, masyarakat menggelar kompetisi pedang dimana para pembuat pedang menyerahkan karya mereka untuk dinilai. Ratusan peserta mengikuti kompetisi ini, karena jika memperoleh nilai yang tinggi, pisau mereka akan menjadi lebih berharga tinggi.
Selain itu, pemerintah mengatur jumlah pembuatan pedang untuk menjamin kualitas. Seorang pembuat pedang hanya boleh membuat maksimal dua pedang panjang atau tiga pedang pendek per bulan. Peraturan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa dia mencurahkan perhatian penuh kepada pedang yang dibuat.
Pemerintah menentukan jumlah ini setelah mengamati berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh pembuat pedang terkenal pada masa lampau untuk memastikan bahwa pedang buatannya benar-benar sempurna. Namun, banyak pembuat pedang modern yang dapat menghasilkan dua kali jumlah itu tanpa penurunan kualitas pekerjaan mereka.
Di lain sisi, peraturan tersebut sangat membatasi penghasilan pembuat pedang. Jumlah mereka berkurang, dan seninya berada dalam ancaman kepunahan karena tidak mungkin bagi banyak orang untuk hidup hanya dari membuat pedang. Banyak pembuat pedang yang harus melakukan pekerjaan sambilan atau hanya membuat beberapa pedang dalam setahun.
Toledo, gambar dari swordsandsabers.com |
Banyak orang bertanya apakah katana benar-benar seperti apa yang diceritakan tentangnya. Ada banyak kasus katana patah atau tersangkut pada baju besi musuh. Katana bukanlah pedang super seperti mitos modern ceritakan. Meskipun tidak semua baja diciptakan dengan cara sama, setiap pedang terbuat dari baja. Dan,. baja dapat patah.
Katana mungkin pedang yang paling keras dalam sejarah, tetapi juga rapuh dibandingkan dengan pedang lainnya. Katana memang luar biasa jika digunakan untuk memotong benda, tapi seiring waktu, gaya tekan dari memukul benda keras bisa menyebabkan goresan dan retak. Pedang Eropa memang tidak sekeras katana, tapi bisa menahan lebih banyak hentakan. Misalnya, pedang Toledo dari Spanyol yang mampu bertahan walaupun dibengkokkan menjadi bentuk "S" dan setengah lingkaran dan kemudian dipukulkan pada helm baja dengan kekuatan penuh.
Bahkan jika Anda membandingkan katana dengan pedang dari negara lain, sulit untuk mengatakan katana-lah yang terbaik, karena masing-masing dibuat untuk jenis pertempuran yang berbeda. Misalnya, pedang Eropa dibuat untuk menyerang lawan yang menggunakan baju besi lengkap dengan perisai, sehingga akan menerima banyak hentakan.
Tapi prajurit Jepang biasanya melancarkan serangan preemptive untuk mengurangi keausan pada pedang mereka. Jadi, membandingkan satu jenis pedang dengan lainnya seperti membandingkan apel dan jeruk, masing-masing memiliki penggemar, dan banyak dari mereka yang pandai menggunakannya sehingga mengundang decak kagum.
sumber: listverse.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar